Pyuh…
Yayasan Bina Kaum Dhuafa adalah kenangan lama. Setelah bergaul dengan kawan-kawan di LSTA dan Elkahai (1994-1996), di mana pergaulan meluas ke berbagai kalangan aktivis. Sebuah persingunggan dan perkenalan awal di dunia aktivitas yang bertajuk NGO, LSM, Ornop, dll. Saya merasa harus mengucapkan terima kasih kepada Rifaat Amhariz, teman seangkatan kuliah, yang mempertemukan dengan saudara-saudaranya (Taufik Rahzen, M. Hidayat Rahz, Mujib, dll).
Bersama LSTA sempat pula mendampingi masyarakat Patangpuluhan dan Tegalrejo dengan Tribina bersama KUBE yang difasilitasi Departemen Sosial. Kegiatan selama setahun bersama masyarakat ini (1996), dengan bersepeda ketika mendatangi pertemuan dan melakukan konsultasi publik, menjadi ingsutan diri dari gerakan mahasiswa yang peduli dan fokus pada advokasi ke pendampingan dan pengorganisasian masyarakat.
Yayasan Bina Kaum Dhuafa, yang ingin saya ceritakan di sini, didirikan Sumedi Purba (lagi-lagi teman seangkatan kuliah) di lereng Merapi, tempat dia tinggal dan di mana rumah robohnya menjadi perhatian kami semua teman kuliah. Rumah roboh adalah momentum kami:Sumedi, Rozi, Anam, Agung Dalbo, Agus Widiyanto, dll bahwa harus ada tindakan yang mengantisipasi agar tidak terjadi rumah roboh lagi. Salah satunya Yayasan Bina Kaum Dhuafa yang kemudian disingkat YASBIDHU.
Sumedi sebagai motor penggerak akhirnya menuntun pada pembentukan kelompok tani “LANCAR” di mana Pak Slamet menjadi ketuanya. Akhirnya dengan dorongan proyek CRP/PKM pasca krisis, terbentuklah Koperasi Jamur “LANCAR” yang menurut Mas Medi (2006) sudah beranggotakan 300-an orang. Kami, Sumedi, Anam dan Agus Tejo, dengan proyek CRP/PKM (1997-1999) mendorong teman-teman petani untuk mengembangkan jamur kuping. Ini adalah kisah sukses pertama secara langsung memenej proyek 18 bulan dengan hasil yang ekstra memuaskan.
Saat ini pertanian jamur sudah sangat berkembang dan diversifikasinya juga, baik dari sisi produk pasca panen maupun jenis yang ditanam (seperti Lingzhi, Shitake, dll). Pernah pula ekspor, akan tetapi kestabilan suplai dan rendahnya kualitas produksi masih menjadi kendala. Di tengah iklim yang berubah-ubah, baik iklim alamiah maupun iklim buatan seperti kebijakan dll, mempengaruhi kinerja dan motivasi para petani. Mendampingi mereka masih membutuhkan support yang lebih. Akan tetapi Mas Medi memutuskan untuk men-stop YASBIDHU dan mendorong Koperasi untuk lebih bergerak. Dan secara personal Mas Medi memilih, selain bertani, juga mengembangkan demplot percontohan, laboratorium lapangan dan memfasilitasi berbagai pelatihan di berbagai daerah, sebuah kegiatan yang sangat sibuk. Nah, saya sendiri… sudah harus memilih jalan lain. Salut kepada Agus Tejo yang juga bersama Mas Medi tetap bertahan menjadi petani.
Tentang YASBIDHU sendiri, kita masih bisa lacak di http://www.lp3es.or.id/direktori/data/yogya/yogya_019.htm. Akan tetapi email kontaknya sudah diupdate ke binadhuafa@yahoo.co.id
Kenangan lama sebuah proyek 18 bulan yang menggairahkan, di mana awal memproses proyek LSM dan menjadi menejer 😉 Tidak sama dengan gerakan mahasiswa, tapi lebih baik daripada menjadi “karyawan”, seperti yang dialami sampai hari ini.